Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hadiah Tidak Terduga

 

Bus berhenti tepat di depan halte, aku segera naik dan memastikan mendapatkan tempat duduk. Tapi sayangnya bus penuh dengan sesak. Padahal ini kali pertamaku naik bus.







 

Udara di dalam bus membuatku ingin sekali menutup hidung, tetapi aku harus berpegangan ke badan kursi agar tidak terjatuh bila setiap kali pak sopir mengerem. Bau di dalam bus membuatku agak mual, bermacam-macam bau bercampur jadi satu. Ada bau keringat, bau orang merokok, bau parfum yang wangi, bau bensin, dan lain sebagainya.

 

Pesan dari Ibu, aku harus hati-hati ketika naik bus. Karena banyak kejahatan terjadi dari dalam bus. Seperti kecopetan barang, uang, dompet, dan lain sebagainya. Harusnya Ibu yang mengantarkanku, seperti biasa untuk pergi ke sekolah. Tetapi mulai hari ini adikku juga harus berangkat sekolah. Jadi aku memilih untuk mengalah dan meluncurlah banyak pesan ibu, pada hari pertamaku naik bus.

 

“Hindari mengeluarkan ponselmu di dalam bus, ya!”

 

“Hindari berdekatan dengan penumpang lain. Ingat untuk menjaga jarak, siapa tahu dia pencopet!”

 

“Tolak dengan halus jika diberi minuman atau makanan, dari penumpang yang tidak dikenal!”

           

            “Pegang tasmu erat-erat, jangan sampai reslitingnya terbuka!”

 

            Pengalaman pertama naik bus, ternyata tidak seseram dalam bayanganku. Justru seru, tapi juga tidak enak mengingat banyak banyak sekali bau-bauan yang bikin tidak nyaman. Sebenarnya bisa sih naik sepeda, tapi jarak antara sekolah dan rumah terlalu berjauhan.

 

            Aku menceritakan pengalamanku kepada teman-temanku di kelas, kepada Tari, Uniek, Dewi, dan Wuri. Karena mereka yang duduk berdekatan dengan bangkuku. Mereka jadi penasaran juga untuk naik bus. Tapi orang tua mereka pasti tidak memberikan izin karena khawatir. Aslinya aku juga deg-degan tadi, tapi aku berusaha memberanikan diriku untuk belajar mandiri. Seperti yang Ibu inginkan, karena aku sudah besar.

 

            Setelah kelas selesai, dan bel berbunyi. Aku kembali bersiap-siap untuk pulang. Aku dan teman-temanku berpisah di depan gerbang, lantas aku menuju ke halte yang dekat dengan sekolahan.

 

            Aku tidak sendirian kali ini, ada beberapa teman dari kelas lain naik bersama. Bus penuh, dan lagi-lagi aku tidak mendapatkan tempat duduk. Satu persatu teman satu sekolahku turun lebih dahulu. Badanku yang sedang berdiri, terus bergoyang-goyang karena bus berhenti tiap kali di rem untuk menaik-turunkan penumpang.

 

Di saat bersamaan aku melihat seorang laki-laki dewasa yang memakai topi, sedang berusaha mengambil barang dari sebuah tas seorang wanita berperawakan gemuk. Ia telihat susah mengambil sesuatu, tapi terus berusaha. Apa itu yang dinamakan pencopet? Jadi aku harus bagaimana nih? Mau berteriak, tapi takut juga kalau kena sasaran. Siapa yang harus kuberitahu? Apa aku harus diam saja? Padahal ini kan kejahatan. Aku terus mengamati pria bertopi, dengan baju warna senada hitam itu hati-hati. Jarak mereka denganku tidak terlalu jauh. Pak sopir tiba-tiba mengerem mendadak, gara-gara ada orang menyeberang yang menyelonong begitu saja. Dompet yang akan diambil dari tas wanita tadi tergelincir jatuh, tepat di kakiku. Aku lantas pura-pura tidak melihat apa yang terjadi, dan memungut dompet tersebut seketika.

 

Tidak berselang lama, wanita tersebut mau turun dari bus. Tapi dompetnya kan ada di tanganku. Ingin kuberikan, tapi aku kehabisan ongkos jika harus turun lagi. Aku berusaha mengejarnya, karena aku ada di tengah terhimpit. Ketika aku ingin memanggil ibu tersebut, tanganku dicengkeram oleh seseorang. Pria bertopi dengan baju hitam itu memegang tanganku, dan menggeleng. Aku ketakutan, kupegang seerat mungkin tasku.






 

“Maaf. Tapi yang bapak lakukan?” kataku memberanikan diri.

 

“Tenang, Nak! Bapak tidak akan mencopet kamu,” katanya santai, “bapak justru akan mengembalikan dompet yang dicuri oleh wanita tadi,” lanjutnya membuatku bingung.

 

“Maksud bapak?”

 

“Ibu tadi itu pencopet, yang sudah bapak awasi dari seminggu lalu,” tegas bapak bertopi hitam. Ia lantas mengeluarkan sebuah dompet, dan memberikan kartu tanda pengenal. Gantian aku yang melongo, ternyata bapak tersebut adalah polisi. Aku mengamati berkali-kali, bisa jadi dia berbohong ya kan? Tapi tetap saja sama.

 

“Jadi bapak?”

 

Ia mengangguk. “Terima kasih, atas keberanianmu, Nak!”

 

Aku lantas mengeluarkan dompet yang kupungut tadi, kepada bapak yang menyamar tadi. Beliau mengajakku turun bersama, dan mampir ke kantor polisi. Aku diminta menuliskan keterangan apa yang kulihat tadi. Aku menuliskan namaku di buku keterangan tersebut, ‘Rahmi Aziza’.

 

“Namamu bagus sekali,” kata pria bertopi dan berbaju hitam, yang sekarang sudah menjelma polisi dengan seragam cokelat khasnya. Ia lantas memintaku menunggu sebentar.

 

Tidak berselang lama, ia memberikanku sebuah map bersi sertifikat namaku. Penghargaan atas keberanianku tadi. Rasanya bahagia sekali. Bapak Polisi kemudian mengantarkanku sampai ke rumah, dan bertemu dengan ibuku. Beliau mengucapkan banyak terima kasih.


Ibu memelukku, “Terima kasih ya sayang, sudah membuat ibu bangga. Keberanianmu, merupakan kado ulang tahun buat ibu yang paling membahagiakan." (*)

 






Cerita ini adalah fiksi yang diikutsertakan dalam Lomba Blog Menulis Fiksi “Ulang Tahun” yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Semarang Gandjel Rel.

11 komentar untuk "Hadiah Tidak Terduga"

  1. Aku kaget baca namanya, hihihi.
    Ternyata yang ultah ibunya ya, cakep deh ceritanya

    BalasHapus
  2. terima kasih ya sudah ikut lombanya, Nyi, membaca pas bagian akhir bisa bikin merinding, pasti jadi pengalaman tidak terlupakan bagi tokoh ya

    BalasHapus
  3. Wah..sungguh sebuah pengalaman berharga ya.. Jadi ikut deg2an deh..

    BalasHapus
  4. Jadi kangen suasana naik bus mbak. Terakhir ngebus pas mau wisuda di salatiga.. Setelah itu hampir gak pernah kecuali bus pariwisata

    BalasHapus
  5. Nama-nama yang ada di cerpen ini juga tidak terduga. Tapi bagus juga idenya, kalau mau buat tulisan bisa ambil nama teman terdekat atau teman komunitas. Cerpennya simpel dan bagus.

    BalasHapus
  6. Hebat sekali Rahmi berani bertindak..pantas ibunya bangga dan jadi kado istimewa di hari ulangtahun beliau...

    BalasHapus
  7. Ealah...Kirain yg jadi pencopetnya si ibu, ternyata si bapak2. Plot twistnya tak terduga euy. Nama tokohnya kayak kenal hahaha...

    BalasHapus
  8. Hebatnya Rahmi Azizaa, jadi anak yang pemberani.
    AKhirnya jadi kado terindah di ulang tahun ibu ^^

    BalasHapus
  9. Aku suka ide ceritanya mbak, bagus. Beda emang kalau penulis yang bikin yaks. Terus tokoh-tokohnya pakai nama founder Gandjel Rel pula, jadi semakin istimewa deh cerpennya.

    BalasHapus
  10. Polisinya ganteng ga nyi? Lanjutin lagi kisah Rahmi dan Polisi ala-ala drakor Nyi xixixixi...

    BalasHapus
  11. Wah deg2an bacanya Nyi, plot twist nya Oke juga ga nyangka jadinya. Jadi bayangin Pak Polisinya

    BalasHapus